SELAMAT DATANG
Nama : Merci Ariandini

NPM/Kelas : 26209417 / 4EB05

Gunadarma University

Selasa, 11 Oktober 2011

Artikel 7

Makin Dibantah, Makin Banyak Kesaksian

Jakarta - Harap-harap cemas kini barangkali tengah melanda Tamsil Linrung dan Olly Dondokambey. Dua wakil pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPR akan sering diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga antikorupsi ini memberi perhatian lebih kepada mereka.

Setelah diperiksa bersama pimpinan Banggar lainnya, 20 September 2011 lalu, kedua pimpinan Banggar ini dijadwalkan untuk diperiksa kembali. Juru Bicara KPK Johan Budi menyatakan, KPK memerlukan lebih banyak informasi dari dua orang ini untuk memperjelas kasus suap di Kemenakerstrans.

"Belum bisa disimpulkan apakah keduanya yang tersangkut. Jika dianggap masih diperlukan data, saya kira dua (pimpinan Banggar) yang lain masih akan dipanggil lagi," ujar Johan.

Namun rencana KPK untuk kembali memeriksa pimpinan Banggar rupanya tidak mudah.
Ketua Banggar Melchias Markus Mekeng menilai pemeriksaan KPK terhadap mereka tidak sehat. Banggar hanya menjalankan tugasnya sehingga semestinya tidak diseret-seret bila ada orang yang bermasalah.

"Kami menjalankan tugas sesuai Undang-Undang terus ada orang yang punya masalah terus kami ditarik-tarik ini sudah tidak sehat," kata politikus Golkar itu.

Tamsil pun merasa aneh dengan rencana pemeriksaan KPK terhadap dirinya dan kawan-kawan. Ia mempertanyakan apa status mereka dalam pemeriksaan tersebut.
Dalam surat panggilan KPK, mereka sebagai saksi terkait dengan pengakuan tersangka.

“Saksi kan dimintai keterangan terkait tersangka, nah kami semua ini tidak ada yang kenal dengan tersangka, itukan harus sudah jelas," protes Tamsil.

Ketua DPR Marzuki Alie juga mendesak KPK agar memberi penjelasan soal status pimpinan Banggar saat diperiksa. Bila tidak ada penjelasan tentang status saksi ini, pimpinan Banggar merasa disudutkan. Dengan diperiksa sebagai saksi, pimpinan Banggar seolah sudah menjadi tersangka. "Mereka diminta keterangan tapi seolah-olah jadi tersangka, ini kan aneh,” kata Marzuki.

Maka Tamsil dan Olly pun tidak mau memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa pada 28 September 2011. Penolakan ini mendapat dukungan dari pimpinan DPR. Pimpinan Banggar juga sempat mengancam mogok membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2012.

Mekeng lantas menantang KPK untuk membuktikan dugaan adanya mafia ataupun calo anggaran di badan yang dipimpinnya. "Sekarang calo anggaran disebut dong. Ini kan sudah menyentuh satu badan anggaran. Kalau calo itu kan oknum. Jangan calo-calo-calo terus,” kata Mekeng.


Mekeng cs bisa saja membantah Banggar menjadi sarang mafia anggaran. Tapi ternyata semakin banyak kesaksian yang menguatkan mafia anggaran itu memang ada.

Sejumlah tersangka suap Kemenakertrans memberi kesaksian adanya aliran dana ke Banggar. Dharnawati misalnya menyatakan staf Tamsil, Iskandar Pasajo, pernah menyebutkan 5% uang commitment fee dari nilai proyek Rp 500 miliar akan diberikan kepada Tamsil.

Acos, bersama Ali Muhdori, Muhammad Fauzi, Sindu Malik Pribadi diduga sebagai perantara untuk meloloskan anggaran Percepatan Pembangunan Infrastruktur Transmigrasi (PPIDT) di Kemenakertrans.

Ali memberi kesaksian Tamsil mempunyai peran besar atas lolosnya dana PPIDT itu. Ali menyebut Tamsil sebagai 'pahlawan' atas cairnya dana itu.

Tamsil mengakui ia memang merupakan orang yang mengusulkan anggaran sebesar Rp 500 miliar untuk percepatan infrastruktur transmigrasi. Ia juga mengaku kenal dekat dengan Acos. Namun ia membantah menerima fee.

Kesaksian soal mafia anggaran tidak hanya datang dari para tersangka. Kesaksian juga muncul dari para korban. Kesaksian misalnya disampaikan anggota Komisi Ombudsman Budi Santosa.

Komisi Ombudsman merasa menjadi korban mafia anggaran di Banggar. Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR, Maret 2011, sudah disepakati komisi ini akan mendapat anggaran Rp 31,7 miliar. Namun anehnya tiba-tiba Komisi Ombudsman sama sekali tidak mendapatkan anggaran alias nihil.

Kemudian ada anggota Banggar yang mendekati Komisi Ombudsman dengan menawarkan 'bantuan' untuk pencairan anggaran, tentunya dengan sejumlah syarat. "Oknum Banggar minta Rp 9 miliar, jadi minta proyeknya supaya dia yang mengerjakan," terang Budi.

Menurut Budi, ada 5 lembaga lain yang juga mendapat 0 rupiah. Lembaga lain yang anggarannya Rp 0 yaitu Bapeten, BPOM, LAPAN, Badan Pengelola Kawasan Perbatasan, dan Badan Pengelola Kawasan Suramadu.

Dasar KPK melakukan pemanggilan terhadap sejumlah pimpinan dan anggota Banggar sebenarnya cukup kuat. Selain keterangan tersangka dan kesaksian para korban, audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun lalu juga menemukan adanya penggunaan anggaran yang mencurigakan terkait adanya dana yang tumpang tindih.

Dengan data yang kuat meski diajak perang DPR, KPK diharapkan tidak takut untuk memeriksa semua pimpinan Banggar. Klaim Marzuki pemeriksaan terhadap Banggar akan merugikan rakyat karena pembahasan RAPBN bisa tertunda-tunda merupakan klaim yang salah.

"Sekali lagi ini menunjukkan kekerdilan para pimpinan DPR. Negeri ini tidak akan hancur apabila semua pimpinan Banggar DPR diperiksa oleh KPK," ujar Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia, Ray Rangkuti, kepada detik+.

Yang dibutuhkan sekarang ini adalah keberanian tiap fraksi untuk mengganti orang-orang yang bermasalah tersebut.
Peran pimpinan DPR juga menjadi penting untuk mengingatkan fraksi-fraksi untuk menarik wakil-wakilnya yang bermasalah di Banggar.

"Seharusnya pimpinan DPR itu mengingatkan. Selain itu tiap fraksi juga bisa mencopot orang-orang yang dinilai bermasalah," jelas Ray.

Ket.

Warna Merah : Kalimat Argumentasi


Warna Biru : Kalimat Pendapat

Warna HIjau : Kalimat Penalaran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar