SELAMAT DATANG
Nama : Merci Ariandini

NPM/Kelas : 26209417 / 4EB05

Gunadarma University

Sabtu, 29 Oktober 2011

Menarik Simpulan Secara Langsung

1. Semua S adalah P. (Premis)
Sebagian P adalah S. (Simpulan)
Contoh :
1. Semua unggas berdarah panas.
Sebagian yang berdarah panas adalah unggas.

2. Semua makhluk hidup pasti mati.
Sebagian yang pasti mati adalah makhluk hidup.

2. Tidak satupun S adalah P. (Premis)
Tidak satupun P adalah S. (Simpulan)
Contoh :
1. Tidak seekor sapi pun adalah kerbau.
Tidak seekor kerbau pun adalah sapi.

2. Tidak seekor kelinci pun adalah kucing.
Tidak seekor kucing pun adalah kelinci.

3. Semua S adalah P. (Premis)
Tidak satupun S adalah tak-P. (Simpulan)
Contoh :
1. Semua harimau adalah hewan berbahaya.
Tidak satupun harimau adalah hewan yang tidak berbahaya..

2. Semua narkoba adalah obat-obatan yang mematikan.
Tidak semua narkoba adalah obat-obatan yang tidak mematikan.

4. Tidak satu pun S adalah P. (Premis)
Semua S adalah tak-P. (Simpulan)
Contoh :
1. Tidak satu pun semut adalah binatang buas.
Semua semut adalah bukan binatang buas.

2. Tidak satu pun wanita adalah pria.
Semua wanita adalah bukan pria.

5. Semua S adalah P. (Premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P. (Simpulan)
Tidak satu pun tak-P adalah S. (Simpulan)
Contoh :
1. Semua banteng adalah bertanduk.
Tidak satu pun banteng adalah tak bertanduk.
Tidak satu pun yang tak bertanduk adalah banteng.

2. Semua harimau adalah bertaring.
Tidak satu pun harimau adalah tak bertaring.
Tidak satu pun yang tak bertaring adalah harimau.

Kamis, 13 Oktober 2011

Artikel 10

Satu Lagi TKW Terancam Hukuman Mati di Arab Saudi

Jakarta - Masih hangat di ingatan ketika Ruyati binti Satubi yang dipancung di Arab Saudi. Kini satu lagi Tenaga Kerja Wanita (TKW) dari Indonesia terancam hukuman serupa. Dia adalah Tuti Tursilawati, TKW asal Majalengka, Jabar.

Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Jumhur Hidayat mengaku pihaknya sedang mengupayakan pembebasan Tuti. "Pemerintah akan melakukan penanganan dan mengambil langkah-langkah keras untuk melakukan pembelaan terhadap nasib Tuti di Arab Saudi," ujar Jumhur, dalam rilis yang diterima detikcom, Senin (10/10/2011).

Jumhur mengatakan, pihaknya telah bertemu dengan keluarga Tuti, yang diwakili ayahnya langsung, H Ali Warjuki. Dalam pertemuan itu, keluarga Tuti Tursilawati memohon kepada pemerintah untuk memberi perhatian khusus atas kasus yang menimpa Tuti termasuk melakukan pembelaan secara maksimal.

BNP2TKI, lanjut Jumhur, juga telah berkoordinasi dan mendapatkan informasi perkembangan kasus yang dihadapi Tuti dari Konsulat Jenderal RI di Jeddah dan dari Humphrey Djemat selaku juru bicara Satuan Tugas WNI/TKI Terancam Hukuman Mati di Luar Negeri.

Jumhur mengatakan melalui pengacaranya keluarga korban telah mengajukan permohonan kepada otoritas pengadilan di Arab Saudi agar dilaksanakan hukuman mati (qishash) terhadap Tuti Tursilawati setelah berakhirnya musim haji tahun 2011 ini. Berikut kronologis kejadian berdasarkan data yang dihimpun BNP2TKI:

5 September 2009
Tuti Tursilawati diberangkatkan ke Arab Saudi oleh PT Arunda Bayu dengan nomor paspor AN 169210. Ia dipekerjakan keluarga majikan, Suud Malhaq Al Utaibi di Kota Thaif, Arab Saudi.

11 Mei 2010
Tuti Tursilawati diketahui melakukan pembunuhan terhadap Suud Malhaq Al Utibi dengan cara memukulkan sebatang kayu. Tuti mengaku terpaksa, sebab majikannya diduga akan melecehkannya.

Setelah majikannya tewas, Tuti kemudian kabur, membawa uang senilai 31.500 Real Saudi berikut satu buah jam tangan dari rumah keluarga majikannya itu.

18 Mei 2010- sekarang
Tuti lantas ditangkap polisi. Dalam pemeriksaan oleh aparat berwenang di hadapan penyidik badan investigasi kepolisan setempat yang didampingi pihak Konsulat Jenderal RI Jeddah, Tuti mengakui seluruh perbuatannya.

"Pelaku juga ditahan di penjara Kota Thaif sampai saat ini," kata Jumhur.

Ia menambahkan, proses peradilan terkait kasus Tuti Tursilawati pun telah berjalan hingga akhir di samping melibatkan peran Lembaga Ishlah wal-'afwu (lembaga perdamaian dan pemaafan) sebagaimana lazimnya berlaku di Arab Saudi untuk mengupayakan perdamaian dengan keluarga korban.

"Namun demikian sejauh ini keluarga korban belum dapat memaafkan pelaku serta menolak digantikan dengan pembayaran denda dalam bentuk diyat," jelasnya.

Ket.

Warna Merah : Kalimat Argumentasi


Warna Biru : Kalimat Pendapat

Warna HIjau : Kalimat Penalaran

Artikel 9

Promotor Agak Ribet Bawa Chris Brown ke Jakarta

Jakarta - Promotor Big Daddy Live Concerts akan menggelar konser Chris Brown pada 13 Desember di Jakarta. Untuk mendatangkan bintang R&B itu, promotor mengaku agak ribet.

"Dia bawa singer dan dancer sendiri. Butuh biaya lumayan besar, tapi nggak lebih besar dari Linkin Park," ujar Presiden Directur Michael Rusli ditemui dalam acara gathering di Atrium EX, Jakarta Pusat, Senin (10/10/2011).

Promotor mendatangkan Linkin Park pada 21 September lalu dengan bayaran Rp 35 miliar. Mereka memastikan angka untuk mantan kekasih Rihanna itu lebih rendah dari Linkin Park.

Tapi bukan cuma masalah harga yang menjadi pertimbangan promotor.
Sebelumnya pada Desember 2010 lalu, Chris pernah dikabarkan akan konser di Jakarta dengan promotor berbeda. Hal itu membuat Big Daddy Live Concerts butuh waktu lebih untuk mengurusnya.

Chris mampir ke Indonesia di tengah jadwal tur 'Fame' ke Eropa dan Australia. Indonesia hingga kini masih satu-satunya negara Asia yang disinggahi Chris. Sebelumnya Chris sempat dicekal di beberapa negara, apakah promotor tidak khawatir?

"Sebelum ini memang sempat ada kekhwatir itu. Tapi info terkini udah nggak ada apa-apa," tandas Rusli.

Ket.

Warna Merah : Kalimat Argumentasi


Warna Biru : Kalimat Pendapat

Warna HIjau : Kalimat Penalaran

Rabu, 12 Oktober 2011

Artikel 8

Polisi Harus Bongkar 'Kursi Haram' di DPR

Jakarta - Polri harus berani membongkar kasus kursi haram di DPR. Polri bisa memakai kasus Dewi Yasin Limpo terkait surat palsu Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai pijakan. Polri bisa menggandeng KPU, Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, dan MK.
"Perlu diinventarisir kursi-kursi yang bermasalah, lalu ditelusuri satu-satu. Jika ada terdapat cukup bukti maka mesti ditindaklanjuti," kata aktivis Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) Taufik Basari di Jakarta, Rabu (14/9/2011).
Dalam kasus surat palsu MK dalam kasus Dewi Yasin Limpo, pihak kepolisian sudah menetapkan sejumlah tersangka antara lain Zainal Arifin Hoesein. Diduga ada pemalsuan surat untuk penambahan suara.
"Melalui kasus Dewi Yasin Limpo kepolisian harus bisa memetakan aktor-aktor yang terlibat, siapa saja, dan apa saja perannya.
Pemetaan peran masing-masing aktor ini dapat membantu untuk menemukan pola kerja praktik mafia kursi," jelas Taufik.
Taufik menambahkan, apakah persoalan ini bisa diungkap bergantung pada kemauan baik dari pihak-pihak berwenang untuk membongkarnya.
"Jika pihak-pihak yang disebutkan di atas serius menindaklanjuti tentu akan menjadi pelajaran berharga bagi penegakan hukum dan pembangunan demokrasi di Indonesia," jelas Taufik.
Soal kursi haram di DPR ini kembali mencuat saat KPU bertemu Panja Mafia Pemilu, Selasa (13/9). Dalam dalam Rapat Dengar Pendapat Panja Mafia Pemilu muncul berbagai laporan masyarakat termasuk soal kursi Ahmad Yani. Politikus PPP itu membantah keras kursi DPR yang dia tempati adalah hasil kerja 'mafia suara'.
Ahmad Yani balik menuding KPU tidak bisa memahami penjelasan MK mengenai amar putusan MK hasil sengketa perolehan suara PPP untuk daerah pemilihan Sumatera Selatan I dalam Pemilu 2009 yang dia gugat.

Ket.

Warna Merah : Kalimat Argumentasi


Warna Biru : Kalimat Pendapat

Warna HIjau : Kalimat Penalaran

Selasa, 11 Oktober 2011

Artikel 7

Makin Dibantah, Makin Banyak Kesaksian

Jakarta - Harap-harap cemas kini barangkali tengah melanda Tamsil Linrung dan Olly Dondokambey. Dua wakil pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPR akan sering diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga antikorupsi ini memberi perhatian lebih kepada mereka.

Setelah diperiksa bersama pimpinan Banggar lainnya, 20 September 2011 lalu, kedua pimpinan Banggar ini dijadwalkan untuk diperiksa kembali. Juru Bicara KPK Johan Budi menyatakan, KPK memerlukan lebih banyak informasi dari dua orang ini untuk memperjelas kasus suap di Kemenakerstrans.

"Belum bisa disimpulkan apakah keduanya yang tersangkut. Jika dianggap masih diperlukan data, saya kira dua (pimpinan Banggar) yang lain masih akan dipanggil lagi," ujar Johan.

Namun rencana KPK untuk kembali memeriksa pimpinan Banggar rupanya tidak mudah.
Ketua Banggar Melchias Markus Mekeng menilai pemeriksaan KPK terhadap mereka tidak sehat. Banggar hanya menjalankan tugasnya sehingga semestinya tidak diseret-seret bila ada orang yang bermasalah.

"Kami menjalankan tugas sesuai Undang-Undang terus ada orang yang punya masalah terus kami ditarik-tarik ini sudah tidak sehat," kata politikus Golkar itu.

Tamsil pun merasa aneh dengan rencana pemeriksaan KPK terhadap dirinya dan kawan-kawan. Ia mempertanyakan apa status mereka dalam pemeriksaan tersebut.
Dalam surat panggilan KPK, mereka sebagai saksi terkait dengan pengakuan tersangka.

“Saksi kan dimintai keterangan terkait tersangka, nah kami semua ini tidak ada yang kenal dengan tersangka, itukan harus sudah jelas," protes Tamsil.

Ketua DPR Marzuki Alie juga mendesak KPK agar memberi penjelasan soal status pimpinan Banggar saat diperiksa. Bila tidak ada penjelasan tentang status saksi ini, pimpinan Banggar merasa disudutkan. Dengan diperiksa sebagai saksi, pimpinan Banggar seolah sudah menjadi tersangka. "Mereka diminta keterangan tapi seolah-olah jadi tersangka, ini kan aneh,” kata Marzuki.

Maka Tamsil dan Olly pun tidak mau memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa pada 28 September 2011. Penolakan ini mendapat dukungan dari pimpinan DPR. Pimpinan Banggar juga sempat mengancam mogok membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2012.

Mekeng lantas menantang KPK untuk membuktikan dugaan adanya mafia ataupun calo anggaran di badan yang dipimpinnya. "Sekarang calo anggaran disebut dong. Ini kan sudah menyentuh satu badan anggaran. Kalau calo itu kan oknum. Jangan calo-calo-calo terus,” kata Mekeng.


Mekeng cs bisa saja membantah Banggar menjadi sarang mafia anggaran. Tapi ternyata semakin banyak kesaksian yang menguatkan mafia anggaran itu memang ada.

Sejumlah tersangka suap Kemenakertrans memberi kesaksian adanya aliran dana ke Banggar. Dharnawati misalnya menyatakan staf Tamsil, Iskandar Pasajo, pernah menyebutkan 5% uang commitment fee dari nilai proyek Rp 500 miliar akan diberikan kepada Tamsil.

Acos, bersama Ali Muhdori, Muhammad Fauzi, Sindu Malik Pribadi diduga sebagai perantara untuk meloloskan anggaran Percepatan Pembangunan Infrastruktur Transmigrasi (PPIDT) di Kemenakertrans.

Ali memberi kesaksian Tamsil mempunyai peran besar atas lolosnya dana PPIDT itu. Ali menyebut Tamsil sebagai 'pahlawan' atas cairnya dana itu.

Tamsil mengakui ia memang merupakan orang yang mengusulkan anggaran sebesar Rp 500 miliar untuk percepatan infrastruktur transmigrasi. Ia juga mengaku kenal dekat dengan Acos. Namun ia membantah menerima fee.

Kesaksian soal mafia anggaran tidak hanya datang dari para tersangka. Kesaksian juga muncul dari para korban. Kesaksian misalnya disampaikan anggota Komisi Ombudsman Budi Santosa.

Komisi Ombudsman merasa menjadi korban mafia anggaran di Banggar. Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR, Maret 2011, sudah disepakati komisi ini akan mendapat anggaran Rp 31,7 miliar. Namun anehnya tiba-tiba Komisi Ombudsman sama sekali tidak mendapatkan anggaran alias nihil.

Kemudian ada anggota Banggar yang mendekati Komisi Ombudsman dengan menawarkan 'bantuan' untuk pencairan anggaran, tentunya dengan sejumlah syarat. "Oknum Banggar minta Rp 9 miliar, jadi minta proyeknya supaya dia yang mengerjakan," terang Budi.

Menurut Budi, ada 5 lembaga lain yang juga mendapat 0 rupiah. Lembaga lain yang anggarannya Rp 0 yaitu Bapeten, BPOM, LAPAN, Badan Pengelola Kawasan Perbatasan, dan Badan Pengelola Kawasan Suramadu.

Dasar KPK melakukan pemanggilan terhadap sejumlah pimpinan dan anggota Banggar sebenarnya cukup kuat. Selain keterangan tersangka dan kesaksian para korban, audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun lalu juga menemukan adanya penggunaan anggaran yang mencurigakan terkait adanya dana yang tumpang tindih.

Dengan data yang kuat meski diajak perang DPR, KPK diharapkan tidak takut untuk memeriksa semua pimpinan Banggar. Klaim Marzuki pemeriksaan terhadap Banggar akan merugikan rakyat karena pembahasan RAPBN bisa tertunda-tunda merupakan klaim yang salah.

"Sekali lagi ini menunjukkan kekerdilan para pimpinan DPR. Negeri ini tidak akan hancur apabila semua pimpinan Banggar DPR diperiksa oleh KPK," ujar Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia, Ray Rangkuti, kepada detik+.

Yang dibutuhkan sekarang ini adalah keberanian tiap fraksi untuk mengganti orang-orang yang bermasalah tersebut.
Peran pimpinan DPR juga menjadi penting untuk mengingatkan fraksi-fraksi untuk menarik wakil-wakilnya yang bermasalah di Banggar.

"Seharusnya pimpinan DPR itu mengingatkan. Selain itu tiap fraksi juga bisa mencopot orang-orang yang dinilai bermasalah," jelas Ray.

Ket.

Warna Merah : Kalimat Argumentasi


Warna Biru : Kalimat Pendapat

Warna HIjau : Kalimat Penalaran