SELAMAT DATANG
Nama : Merci Ariandini

NPM/Kelas : 26209417 / 4EB05

Gunadarma University

Rabu, 28 April 2010

Pengangguran

Pengangguran
Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.
Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang.
Jenis & macam pengangguran
Pengangguran Friksional / Frictional Unemployment
Pengangguran friksional adalah pengangguran yang sifatnya sementara yang disebabkan adanya kendala waktu, informasi dan kondisi geografis antara pelamar kerja dengan pembuka lamaran pekerna penganggur yang mencari lapangan pekerjaan tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja. Semakin maju suatu perekonomian suatu daerah akan meningkatkan kebutuhan akan sumber daya manusia yang memiliki kualitas yang lebih baik dari sebelumnya.
Pengangguran Musiman / Seasonal Unemployment
Pengangguran musiman adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi kegiaan ekonomi jangka pendek yang menyebabkan seseorang harus nganggur. Contohnya seperti petani yang menanti musim tanam, tukan jualan duren yang menanti musim durian.
Pengangguran Siklikal
Pengangguran siklikal adalah pengangguran yang menganggur akibat imbas naik turun siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada penawaran kerja.
Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.
Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen.
Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya.
Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik, keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara.
Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang.

Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan , pakaian , tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup . Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara berkembang" biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang "miskin".
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
• Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
• Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
• Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.

Penyebab kemiskinan
Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:
• penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
• penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;
• penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
• penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi;
• penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negera terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.
Menghilangkan kemiskinan
Tanggapan utama terhadap kemiskinan adalah:
• Bantuan kemiskinan, atau membantu secara langsung kepada orang miskin. Ini telah menjadi bagian pendekatan dari masyarakat Eropa sejak zaman pertengahan.
• Bantuan terhadap keadaan individu. Banyak macam kebijakan yang dijalankan untuk mengubah situasi orang miskin berdasarkan perorangan, termasuk hukuman, pendidikan, kerja sosial, pencarian kerja, dan lain-lain.
• Persiapan bagi yang lemah. Daripada memberikan bantuan secara langsung kepada orang miskin, banyak negara sejahtera menyediakan bantuan untuk orang yang dikategorikan sebagai orang yang lebih mungkin miskin, seperti orang tua atau orang dengan ketidakmampuan, atau keadaan yang membuat orang miskin, seperti kebutuhan akan perawatan kesehatan.


Masalah Pengangguran dan kemiskinan
kemiskinan itu terkait dengan pengangguran, dan berbicara tentang pengangguran itu sangat terkait dengan ketersediaan lapangan kerja. Dan dalam sudut pandang lain, pengangguran dan kemiskinan adalah juga merupakan dampak dari kultur, karakter dan kualitas sumber daya manusia yang menjadi focus dari fungsi pendidikan. Artinya factor pendidikan merupakan salah satu factor utama yang harus dibenahi di samping factor penyediaan lapangan pekerjaan, jika kita ingin mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan.
Dalam perspektif penyediaan lapangan kerja (oleh dunia industri), pengangguran dipandang sebagai sesuatu yang terjadi karena seseorang tidak mendapatkan pekerjaan yang disebabkan oleh lapangan kerja yang kurang. Seseorang akan menganggur karena ia tidak melamar kerja atau karena lamarannya ditolak atau karena ia di PHK. Dunia industri selalu dipandang sebagai aktor yang bertanggung jawab atas meningkatnya jumlah orang yang tidak memiliki pekerjaan. Pemerintahpun disalahkan karena tidak mampu menciptakan iklim atau mengkondisikan atau memprakondisikan tumbuhnya dunia industri yang baik yang dapat menyerap banyak tenaga kerja.
Oleh karena itu pemerintah didesak dan / atau merasa dirinya perlu mendorong agar dunia industri tumbuh dan berkembang secara baik yang secara kuantitas dapat menyerap seluruh tenaga kerja yang ada di pasar kerja. Untuk itu kita mengenal ada paket program dan insentif yang diberikan oleh pemerintah kepada dunia dan pelaku industri, bahkan bukan hanya pelaku industri dalam negeri tetapi pemerintah diminta dan merasa dirinya perlu untuk memberikan kemudahan kepada dunia industri luar negeri agar berinvestasi di Indonesia.
Sementara dalam perspektif pendidikan, pengangguran dipandang sebagai ketidak mampuan atau sebagai kekurangan kemampuan (lack of competency) dan keterampilan (skill) untuk bekerja dan mencari nafkah menopang kehidupannya. Jadi seseorang menganggur lebih dipandang sebagai ketidakmampuan bekerja, dan tidak perlu menyalahkan faktor lain di luar dirinya (misalnya tidak ada peluang kerja) pada dunia industri. Seseorang yang tidak memiliki kompetensi dan keterampilan untuk hidup tentu merupakan urusan pendidikan.
Dengan demikian secara makro, jumlah pengangguran yang ada di suatu negara merupakan hasil atau pengaruh dari fungsi sistem pendidikan nasional yang dijalankan oleh bangsa tersebut. Saat ini jumlah pengangguran terdidik di negara kita sebesar 53% dari total (kurang lebih) 9 juta pengangguran. Jumlah prosentase tersebut sangat besar karena lebih dari setengah atau mayoritas pengangguran kita adalah mereka yang menamatkan pendidikan SMP, SMA, SMK, MA, M.Ts, Universitas, Sekolah Tinggi atau Institut, danlain-lain.
Kehadiran pengangguran terpelajar (dengan prosentase yang besar) sepenuhnya harus menjadi tanggung jawab sektor pendidikan. Dunia usaha dan industri tidak patut disalahkan atas fakta adanya pengangguran terpelajar.
Dunia pendidikan harus mampu memberikan ketrampilan serta semangat enterpreneurship kepada pelajar Indonesia. Penciptaan sekolah kejuruan dipandang perlu agar dapat memberikan ketrampilan dan kemampuan kerja untuk hidup secara lebih layak kepada penduduk Indonesia. Demikian pula halnya kurikulum yang terintegrasi dengan sistem perencanaan tenaga kerja nasional menjadi mutlak untuk dikerjakan. Kurikulum pendidikan harus berbobot dan operasional mengantarkan pelajar Indonesia mampu bersaing di tingkat global, bukan hanya ketika mereka masih di bangsu sekolah, tetapi juga setelah mereka keluar dari bangku sekolah, yakni menjadi enterpreneur dan pelaku pembangunan yang produktif, kompetitif, peduli dan bertanggung jawab.

Penanggulangan…
penanggulangan kemiskinan bukanlah upaya residual. Artinya kemiskinan dan pengangguran tidak boleh sekadar menjadi upaya "anak bawang" atau "the left-over", yang baru dipikirkan setelah yang lain-lain beres dulu.

Sebaliknya, kemiskinan dan pengangguran adalah masalah substansional, masalah utama yang mendasar, yang sejak awal perencanaan pembangunan harus ditetapkan sebagai target nasional utama. Kaum ekonom Indonesia umumnya, dengan ciri bawaannya sebagai neoklasikal atau class-room economists, justru menempatkan kemiskinan dan pengangguran sebagai target derivatif, sekadar residu dari target pertumbuhan ekonomi.
Kemiskinan dan pengangguran yang laten dan makin poten adalah masalah ketimpangan struktural (bukan sekadar masalah hitung-hitungan RAPBN), lebih merupakan masalah titik tolak dalam pemikiran pembangunan daripada sekadar masalah cita rasa dalam geser-menggeser prioritas, lebih merupakan masalah strategi dasar daripada sekadar masalah pendekatan. Yang diperlukan oleh bangsa kita adalah reformatory economic recovery (bukan sekadar economic recovery), yakni pemulihan ekonomi reformatif agar bisa sesuai dengan cita-cita UUD 1945.

Pembangunan kesejahteraan sosial

Pembangunan kesejahteraan sosial di Indonesia telah menunjukkan banyak
kemajuan terutama bagi warga masyarakat yang kurang beruntung dan rentan.
Dalam konsep penyelenggaraan kesejahteraan sosial warga masyarakat tersebut
dikenal dengan sebutan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan
masyarakat miskin yang menjadi kelompok sasaran pelayanan sosial. Kemajuan
kondisi sosial masyarakat terutama PMKS seperti tercermin pada indikator
sosial, antara lain jangkauan pelayanan sosial di satu sisi dan penurunan jumlah
PMKS dan masyarakat miskin, kemandirian dan keberfungsian sosial PMKS
dan masyarakat miskin, serta tercermin pada tumbuh dan berkembangnya
kelembagaan sosial, organisasi sosial, pranata sosial, pilar-pilar partisipasi sosial
(volunteerism), dan nilai-nilai kesetiakawanan sosial yang menjadi karakteristik
dan jati diri bangsa Indonesia. Selain itu, pencapaian pembangunan kesejahteraan
sosial bisa terlihat juga dari indikator sosial lainnya yakni: adanya peningkatan
produktivitas PMKS dan masyarakat miskin sebagai sumber daya manusia yang
dapat berpartisipasi aktif dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.

Kondisi Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
Sasaran penerima manfaat penyelenggaraan kesejahteraan sosial melalui
pelayanan dan rehabilitasi sosial adalah PMKS yang masuk ke dalam
kategori: (i) anak meliputi balita, anak telantar, anak putus sekolah, anak
jalanan, anak nakal, anak cacat, anak yang diperdagangkan, dan anak dalam
situasi darurat (yang memerlukan perlindungan khusus), (ii) penyandang
cacat (anak maupun dewasa), (iii) tuna sosial, (iv) lanjut usia (lansia) telantar,
dan (v) korban narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (Napza).
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial dilakukan oleh Departemen Sosial
yang sejak adanya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun
2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara berubah
menjadi Kementerian Sosial.
Selama periode RPJMN I (2004-2009) melalui
intervensi rehabilitasi sosial, dilaksanakan oleh Kementerian Sosial melalui
Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial sesuai dengan
Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 82/HUK/2005 tentang
Organisasi Tata Kelola Kementerian Sosial Republik Indonesia.
Kompleksitas masalah ketelantaran, kecacatan dan ketunaan sosial telah
berkembang pesat hingga mencakup berbagai kelompok sasaran spesifik
seperti permasalahan kesejahteraan sosial anak yang mencakup: anak
telantar, anak jalanan, anak berhadapan dengan hukum, anak balita telantar,
anak rawan telantar, anak cacat, pekerja anak, anak korban eksploitasi
seksual komersial, anak yang diperdagangkan, dan anak di pengungsian.

Program dan kegiatan pelayanan sosial dan rehabilitasi sosial bagi
penyandang cacat diarahkan untuk:


1. Meningkatkan kesempatan berusaha dan bekerja untuk
meningkatkan kualitas hidup dan taraf kesejahteraan sosial
penyandang cacat;
2. Meningkatkan kepedulian sosial masyarakat, memanfaatkan
potensi dan sumber kesejahteraan sosial dan sumber daya ekonomi
untuk pengembangan usaha ekonomi produktif dan membangun
budaya kewirausahaan bagi penyandang cacat;
3. Mendapatkan bantuan sosial setiap bulan bagi penyandang cacat
berat sesuai kriteria melalui sistem jaminan sosial;
4. Meningkatkan aksesibilitas fisik penyandang cacat terhadap fasilitas
pendidikan, kesehatan, pelayanan kesejahteraan sosial, dan sumber
daya ekonomi untuk meningkatkan kualitas hidup dan
kesejahteraan sosialnya;
5. Meningkatkan aksesibilitas nonfisik penyandang cacat dalam setiap
pengambilan keputusan terkait kebijakan publik dan pelayanan
sosial sesuai dengan perspektif penyandang cacat.

Kondisi Umum Bantuan dan Jaminan Sosial
Bantuan dan jaminan sosial merupakan program yang diarahkan untuk
memberikan perlindungan sosial kepada penduduk yang membutuhkan
pelayanan secara khusus agar terlindungi dari risiko-risiko yang membuat
mereka tidak berdaya atau lebih miskin dari kondisi sebelumnya. Untuk
memberikan perlindungan kepada kelompok berisiko dan rentan tersebut,
dipelukan penyelenggaraan kesejahteraan sosial bidang bantuan dan jaminan
sosial. Pada Kementerian Sosial penyelenggaraan dimaksud dilaksanakan oleh
unit kerja eselon I yaitu Direktorat Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial.
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial melalui bantuan dan jaminan sosial ini
dilaksanakan secara bertahap, terencana, terprogram dan sistematis melalui
kegiatan prioritas sesuai prinsip-prinsip pekerjaan sosial yang melekat
sebagaimana tercermin dalam tugas pokok dan fungsi Kementerian Sosial
terutama pada unit kerja eselon I. Program dan kegiatan bantuan dan jaminan
sosial dirancang dalam rangka mengantisipasi permasalahan kesejahteraan
sosial dengan mengedepankan kebutuhan bagi PMKS terutama yang rentan
terhadap segala bentuk kebencanaan dan mereka yang tertimpa musibah
bencana alam maupun bencana sosial. Tingginya kasus kebencanaan dan
masih tingginya tingkat kerawanan sebagian besar masyarakat, diasumsikan
dapat meningkatkan jumlah PMKS. Kondisi ini menuntut adanya perubahan
paradigma program bantuan dan jaminan sosial pada Kementerian Sosial.


sumber
http://www.depsos.go.id

Tahun 2010 Sinyalemen Kewaspadaan Sospol

KabarIndonesia Kondisi iklim dan cuaca tidak berbeda jauh, iklim usaha di bidang perekonomianpun belum menunjukan perubahan yang signifikan, apalagi situasi sosial politik Tahun 2009 yang masih saja menjadi PR di Tahun 2010. Namun demikian aspek yang harus di ubah secara total pada Tahun 2010 ini untuk membenahi aspek sosiologis masyarakat yang carut-marut.

Sudah terlalu banyak mendengar dan melihat di media cetak dan elektronik tentang tindak anarkis, huru–hara, bentrokan antar warga dengan aparat, tawuran antara penduduk suatu kawasan dengan lainnya atau kejadian kejadian lainnya yang menggambarkan adanya disequilibrium antara kelompok sosial yang menyusun struktur sosial masyarakat kita sepanjang Tahun 2009. Kasus kasus di atas telah ditengarai oleh para pemerhati sosial sebagai gejala pelampiasan tekanan hidup yang lama terakumulasi.

Memang telah terjadi hubungan tidak serasi antar lembaga penegak hukum, lembaga kepresidenan, parlemen dan mentri anggota kabinet pada dekade akhir tahun 2009 kemarin. Bahkan bayak pihak yang menganalisis dibalik kasus institusional terdapat konspirasi politik tingkat tinggi. Tumpang tindih dan ruwetnya berbagai kasus diatas tentunya akan menimbulkan krisis ketidak percayaan rakyat terhadap pejabat dan petinggi negara.

Menyikapi permasalahan tersebut di atas hendaknya kita mengacu pada pernyataan Dr. Nurcholis Madjid yang disampaikan oleh Prof Dr. Muhammad Mahfudz MD di Semarang pada Hari Senin 21 Desember lalu, bertepatan dengan kegiatan pemberian Budai Awards kepada Ketua Mahkamah Konstitusi ini di Unisula Semarang, bahwa negara harus mampu bertindak adil dan memberikan pelayanan hukum kepada setiap warga negaranya. Lantas apabila rakyat sudah tidak percaya lagi dengan para pemimpinya maka bagaimana keadilan akan terwujud.

Guna menuju keadilan yang di cita citakan bersama , selanjutnya Prof. Dr. Muhammad Mahfud MD pada even yang sama menyatakan bahwa Indonesia harus bersih dari mafia hukum, Lebih jauh lagi Beliau menyatakan bahwa kehancuran suatu bangsa tinggal tunggu man saja apabila hukum sudah bisa dibeli atau dipolitisi. Pelaku pelaku seperti inilah yang oleh Beliau disebut sebagai pengkhianat sejati.

Kekisruhan di akhir tahun 2009 lalu lebih terasa memanas akibat kiprahnya kelompok elit politik yang memaklumatkan Revolusi 20 Desember 2009. Aksi tersebut digelar dengan mengerahkan ribuan masyarakat dan mahasiswa yang diusung oleh 50 elemen masyarakat. Dalam orasi politiknya Sri Bintang Pamungkas, pemimpin gerakan tersebut meminta SBY dan Budiono lengser dari kursi kepresidenan. Dijelaskan lebih lanjut bahwa mereka terpilih dari pemilu yang tidak sah, karena dana yang digunakan pencalonan mereka adalah dana bailout Bang Century sebesar 6,7 trilyun rupiah. Pernyataan tersebut memang membahana ke seluruh wilayah Indonesia hingga menyebabkan para elit politik lainnyapun ikut nimbrung dalam menuntut sikap SBY, terutama masalah pengnonaktifan Sri Mulyani dan Boediono.

Barangkali ada baiknya bila kita tidak usah terus memperpanjang semua kekisruhan tersebut di atas yang terjadi di akhir Tahun 2009, lantaran sudah sepantasnya kita sebagai negara yang jauh tertinggal dibanding Negara Asia lainnya, untuk Tahun 2010 lebih sigap menata dan memperbaiki seabreg aspek yang masih tak terselesaikan. Apalagi kini telah bergulir pernyataan para elit politik yang menganalisis dan telah menyimpulkan bahwa bangsa ini telah mengalami hamil tua.

Lepas dari kekisruhan institusi tersebut di atas. Kita harus mampu mencermati akar masalah yang melatarbelakangi benturan sosial tersebut, bila kita memang ingin menuntaskan Bad Social Behaviour tersebut. Konsep ini jelas harus segera diterapkan dengan tajam, memberi dampak positif yang signifikan dan mendasar, dengan cara mengoptimalkan semua kinerja penyelenggara negara. Agar kita tidak terperosok lebih dalam lagi yang secara gradually akan menyengsarakan rakyat kecil.

Mengutip pernyataan Dr. Mahathir Muhamad Mantan Presiden Malaysia saat diwawancari salah satu reporter tv swasta kita, yang mengatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Besar, baik dari wilayah, jumlah penduduknya atau kriteria yang lainnya. Maka tentu saja Indonesia, memiliki permasalahan yang jauh lebih komplek ketimbang Malasia dan Negara Asean lainnya. Dengan demikian hal ini akan menimbulkan konsekuensi yang lebih pelik lagi dan menimbulkan juga specifikasi tentang tumpah-tindihnya permasalahan yang menjadi penyebab utama ancaman instabilitas.

Berdasarkan wacana tersebut di atas, maka cukuplah bagi kita untuk segera mengedapankan pendekatan social behaviour dari kacamata sosiologis. Meski pendekatan dengan cara pandang lainnya juga tidak kalah pentingnya. Tentu saja kita terlebih dahulu harus tanggap sosial lantaran telah bertambahnya jumlah warga miskin di tanah air, hal ini disebabkan salah satunya adalah PHK yang marak dimana-mana. Sudah jelas bahwa piramida stratifikasi sosial masyarakat kita telah meluas di bagian bawah. Inilah yang seharusnya diselamatkan dengan mengerahkan segenap kemampuan kita.

Tentang kekisruhan politik yang mendera bangsa ini, biarkanlah hal itu diserahkan kepada masing masing institusi yang berkepentingan. Tentunya apabila mekanisma politik ini berjalan pada suatu aspirasi rakyat yang benar, pastilah masalah kekisruhan ini bisa diaatasi dari ranah politik. Namun apabila ranah politik hanya sebagai kuda tunggangan elit politik, maka kita harus memfokuskan diri pada hal pendekatan sosiologis kepada masyarakat kita yang sedang sakit, Inilah fokus utama untuk menyelamatkan carut-marutnya kehidupan bangsa ini.

Secara mendasar sosiologi telah menggambarkan kebutuhan kodrati dari setiap manusia dimanapun ia hidup, atau dari strata social apapun, pastilah akan terkena dampak virus need of achievment, yaitu upaya manusia yang serius untuk mencapai kebutuhan dasarnya, hingga dia mampu mencapai tingkat pemuasan diri terhadap apa yang dikejarnya. Meski kebutuhan di atas bersifat kodrati, namun skala prioritas dalam daftar pencapaian kebutuhan dasarnya adalah sangat bervariasi, antara social multiculture satu dengan lainnya. Indonesia dengan kondisi sebagian besar rakyatnya yang masih hidup di garis kemiskinan, rendah level-educationnya dan dengan kompetensi tenaga-kerja yang hanya menduduki urutan ke 50 dibanding dengan 55 dari tiga negara lainnya.

Apalagi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang berkisar hanya 4-5 persen per tahun, dibanding dengan tingkat pertumbuhan Negara Asia lainnya, yang menempati angka 7-8 persen, tentunya pemerintah memerlukan spirit yang lebih kuat untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Sehingga dengan demikian Rakyat Indonesia dengan berlatar belakang kondisi yang demikian ditengah iklim usaha yang tiada menentu, maka akan sulit untuk memenuhi hasrat ingin berkembang atau hasrat ingin meraih kesejahteraan hidup bagi rakyatnya. Padahal pada suatu social multiculture yang sehat, seharusnya terjadi mobilitas sosial yang aktif dan terbuka. Semakin banyak anggota masyarakat yang berhasil dalam climbing mobility social yang diimpikan, akan semakin baik suatu masyarakat. Namun pada kenyataannya semakin maraknya PHK yang terjadi selama ini, semakin banyak pula anggota masyarakat yang mengalami sinking social mobility. Sehingga hal ini menambah daftar urutan panjang bagi pemerintah untuk merealisasikan program pengentasan kemiskinan. Belum lagi pencapaian kebutuhan untuk pendidikan yang semakin melambung tinggi biayanya, semakin besar pula himpitan penderitaan bagi masyarakat kecil.

Dengan kondisi seperti tersebut di atas kita menjadi khawatir, akan adanya social changes ke arah yang tidak kita harapkan. Sebab social changes yang dalam Ilmu Sosiologi disebut Perubahan Sosial, adalah cerminan dari dinamisasi masyarakat yang multikultur dalam menggapai kebutuhan dasarnya. Kentalnya aktifitas masyarakat multikultur di era globalisasi multidimensional dewasa ini, menuntut setiap masyarakat multikultur umtuk sigap melakukanperubahan. Lantaran dengan cara demikian itulah suatu masyarakat mengalami mobilisasi sosial. Jelas dan tak dapat dihaindarkan, keadaan seperti tersebut di atas, akan menimbulkan dampak baik positip maupun negatip. Adanya kelesuan iklim usaha untuk masyarakat yang nota bene masih jauh dari sejahtera itu sendiri telah terasa hingga saat ini. Adanya berbagai bentuk kriminalitas, tindakan anarkis, sudah jelas berasal dari alasan tersebut di atas.

Apalagi dengan semakin meluasnya kiprah para elit politik dalam memenuhi ambisi politiknya. Oleh karena itu, agar perubahan sosial ini mampu diarahkan ke tatanan yang dapat kita harapkan bersama, maka faktor pembatas yang signifikan mengarahkan perubahan sosial yang baik harus kita simaki dan diprogram dengan cermat, terpadu dan taktis. Seperti halnya pada jaman pemerintahan Soeharto dengan konsep Repelita berjangka, sistematik dan terpadu.

Langkah konkrit untuk realisasi peningkatan taraf hidup ini, bisa dengan segera mengkonkritkan pemerataan kesempatan kerja, sehingga minimal mampu meminimalisasi pengangguran hingga 50 %. (program 100 hari Kabinet Bersatu II ). Hal ini memang suatu fenomena yang tidak bisa ditawar – tawar lagi, karena kita akan segera berhadapan dengan masa pengangguran baik intelektual maupun nonakedemis yang mengalami stagnasi di stratifikasi sosial yang terendah, dan mengalami kendala yang relatif berat apabila harus memobilisir ke strata yang ada di atasnya. Sehingga akan membentuk kerucut social stratification yang membuka kebawah dengan sudut yang relatif besar.

Ketimpangan stratifikasi sosial semacam ini jelaslah memberikan kesempatan kepada mereka untuk bersikap sensitif dan gampang memberikan solidaritas yang semu kepada unsur, pihak atau siapapun yang memiliki kepentingan. Bukankah masyarakat kita sekarang gampang banget turun ke jalan tanpa harus mengerti betul apa maksud dan tujuannya. Yang tiba gilirannya jadilah mereka semua sebagai masa buih di laut, yang mengambang kesana-sini.Akankah fenomena ini akan terus berlangsung atau bahkan menjadi budaya baru sebagai suatu proses Internalized Institutiuon (pandangan baru yang mulai meresap ke sumsum tulang).

Daripada kita meributkan kasus Bibit – Chandra dengan Bang Centurynya atau mengekspatasi Cicak dan Buaya dengan opini–opini yang melebar. Alangkah baiknya bila SBY dengan instrumen – instrumenya mengadakan survey nasional sosiologi, untuk merefleksikan permasalahan yang mendasar yang dimiliki sebagian besar masyarakat prasejahtera. Sehingga terwujudlah perubahan yang signifikan mulai Tahun 2010 hingga sampai tak terbatas waktunya. Bukankah negara kita sekarang telah mengalami perubahan musim yaitu, yaitu musim penghujan, musim kemarau dan musim menguatnya opini publik. Ada baiknya juga bila segala sesuatu diselesaikan melalui jalur yang berlaku di negara ini, yang telah terkenal sebagai negara santun, murah senyum dan toleran serta terbuka pada setiap inovasi.

Oleh karena itu Mari kita gandeng tangan bersama demi terwujudnya cita-cita nasional kita mulai dari Tahun 2010 ini.

Namun kita juga harus mampu berbenah diri. Tidak ada salahnya juga bila kita menyimak lebih jauh lagi terhadap sinyalemen akan adanya revolusi sosial yang pernah dilontarkan oleh Mantan Presiden RI ke–4, KH Abdurahnam Wakhid, yang baru saja meninggalkan kita semua. Hal ini dikarenan telah banyaknya perilaku elit politik di Indonesia yang terus mencoba membuat manuver politik yang mengancam eksistensi politik petinggi nasional kita, seperti terbitnya Buku Membongkar Gurita Cikeas.


Sumber
http://www.kabarindonesia.com

Selasa, 27 April 2010

Lunasi Utang Krismon, Pemerintah Andalkan Surplus BI

JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah mengandalkan surplus Bank Indonesia untuk melunasi hutang yang muncul akibat krisis moneter pada tahun 1998-2000, yaitu senilai Rp 129 triliun. Beban puncak jatuh tempo utang yang berasal dari penerbitan obligasi Special Rate Bank Indonesia, atau SRBI 001, itu akan terjadi pada tahun 2033.
Menteri Keuangan dan Pelaksana Jabatan Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan hal itu di Jakarta, Minggu (14/6). SRB-01/MK/2003 adalah surat utang yang diterbitkan pemerintah pada tanggal 7 Agustus 2003, sebagai pengganti Surat Utang (SU)-001utan dan SU-003. Surat utang ini diterbitkan terkait penyelesaian bantuan likuiditas BI (BLBI). Nilai nominal penerbitan SRBI Rp 144,54 triliun.
SRBI jatuh tempo pada tahun 2033 dengan tingkat kupon 0,1 % setahun dihiutung dari sisa pokok terutang, yang dibayarkan secara periodik dua kali setahun.
Pelunasan SRBI dapat bersumber dari surplus BI yang menjadi bagian pemerintah, dan akan dilakukan apabila rasio modal terhadap kewajiban moneter BI di atas 10%.
Pada tahun 2006, rasio modal terhadap kewajiban moneter BI lebih dari 10 persen. BI menggunakan kelebihan tersebut untuk mengurangi saldo SRBI senilai Rp 1,52 triliun.
Menurut Sri Mulyani, suku bunga SRBI-001 relatif rendah sehingga tidak memberatkan pemerintah yang berkuasa pada tahun 2033. Apalagi jika memperhitungkan nilai waktu dari uang (net present value of money), maka beban bunga itu sangat ringan sebab suku bunga itu tidak di pengaruhi dengan adanya kenaikan inflasi.
”Kalau BI mendapatkan kelebihan dana dari hasil pengelolaan keuangannya, itu akan secara otomatis mengurangi SRBI 001. Dari tahun 2009 ke 2033 masih ada waktu 24 tahun, itu artinya, SRBI-001 sangat bisa di-reprofiling (yaitu antara lain dengan memperpanjang masa jatuh tempo),” kata Menkeu.

Sumber. Kompas
http://vienska.com

Sistem Pemerintahan Indonesia

Sistem Pemerintahan Indonesia

Merupakan serangkaian upaya dan proses yang dijalankan untuk tercapainya kondisi pemerintahan dan kenegaraan yang stabil sehingga dapat mendukung pencapaian tujuan Negara.

Sistem pemerintahan penting untuk dijalankan karena system ini merupakan kunci pokok dalam menjaga kelangsungan dan eksistensi sebuah Negara.

Dalam Trias Politica, kita mengenal pemisahan kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Sistem pemerintahan yang demokratis dipercaya oleh banyak negara mampu meningkatkan stabilitas negara dan meningkatkan hubungan yang harmonis antar rakayat yang diperintah dengan pemerintah yang mengaturnya. Dibernagai negara sistem pemerintah yang dijalankan tentu tidak sama, karena dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain ideologi yang di anut, sejarah perjuangan bangsa masa lalu dan kondisi struktural masyarakatnya.

1. Sistem Pemerintahan Parlementer

Sistem ini dijalankan karena untuk mencapai keseimbangan hubungan antara kekuasaan legislatif dan yudikatif.

Dalam sisitem pemerintahan ini, badan eksekutif selalu mendapat pengawasan langsung dari parlemen. Kepala pemerintahan (perdana menteri) memimpin suatu dewan menteri (kabinet) yang anggotanya berasal dari parlemen. Mereka menduduki jabatannya selama mendapatkan dukungan politik dari parlemen.

♦ Ciri-cirinya :

* Kepala negara atau presiden hanya berkedudukan sebagai kepala negara saja, tidak sebagai kepala pemerintahan.
* Terdapat hubungan yang erat antara eksekutif dan legislatif (parlemen) bahkan keduanya saling tergantung satu sama lain.
* Eksekutif yang dipimpin oleh perdana menteri dibentuk oleh parlemen dari partai politik atau organisasi peserta pemilu yang menduduki kursi mayoritas di parlemen.
* Menteri bertanggung jawab terhadap parlemen.
* Kepala negara dengan pertimbangan perdana menteri dapat pula membubarkan parlemen.

Kekuasaan Legislatif adalah kekuasaan yang membentuk UU yang dipegang oleh parlemen atau DPR bersama pemerintah. Pemerintah disini maksudnya presiden dengan kabinetnya.

Kekuasaan Eksekutif adalah kekuasaan melaksanakan pemerintahan dipegang oleh absolut yang bertanggung jawab dengan parlemen.

♦ Kelebihannya :

1. Menteri diangkat berdasarkan suara terbanyak di parlemen.
2. Kesesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif mudah untuk dicapai.
3. Menteri lebih berhati-hati dalam menjalankan tugasnya karena sewaktu-waktu dapat dijatuhkan oleh parlemen melalui mosi tidak percaya.

♦ Kelemahannya :

1. Sering terjadi pergantian kabinet.
2. Kedudukan eksekutif tidak stabil.
3. Pergantian eksekutif yang mendadak dapat membuat program kerja eksekutif tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya.

2. Sistem Pemerintahan Presidensial

Sistem pemerintahan ini mengacu pada teori trias politika dari Montesqiue yang menghendaki adanya pemisahan kekuasaan secara tegas dan jelas antara kekuasaan legislatif, yudikatif dan eksekutif.

Dalam sistem pemerintahan ini, kepala eksekutif dipilih tersendiri di luar parlemen (legislatif) untuk masa jabatan yang tetap. Artinya, presiden tidak dapat diturunkan selam masa jabatannya belum berakhir, kecuali jika dia melakukan pelanggaran konstitusi atau pelanggaran hukum lain tergolong berat sebagaimana ditetapkan dalam UU atau konstitusi.

♦ Ciri-cirinya :

* Kepala negara atau presiden memiliki kedudukan rangkap, yakni sebagai kepala negara sekaligus kepada pemerintahan.
* Presiden dan parlemen dipilih secara langsung oleh rakyat.
* Menteri-menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab terhadap presiden.
* Presiden tidak dapat diberhentikan oleh parlemen ditengah-tengah masa jabatannya, kecuali melakukan pelanggaran yang telah ditetapkan.
* Presiden berhak membentuk absolut yang anggotanya diangkat oleh presiden, namun daftar anggota absolut harus mendapat persetujuan dulu dari parlemen.

Dalam sistem presidensial ini, kekuasaan presiden sangat besar sebab memiliki dua kedudukan sekaligus, yakni sebagai kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan.

♦ Kelebihannya :

1. Sistem check and balance dapat menghasilkan keseimbangan antar organ atau lembaga-lembaga Negara, karena akan saling mengawasi satu sama lain.
2. Dapat mecegah timbulnya kekuasaan absolut atau mutlak.
3. Kedudukan eksekutif lebih stabil.
4. Penyusunan program mudah disesuaikan dengan masa jabatan eksekutif.

♦ Kelemahannya :

1. Pengambilan keputusan absolut lebih lama.
2. Setiap keputusan sering kali merupakan hasil tawar-menawar antara badan legislatif dan eksekutif sehingga terkesan kurang tegas.

3. Sistem Pemerintahan Referendum

Sistem pemerintahan dengan sistem referendum ini dilaksanakannya di negara Swiss yang sering disebut sebagai sistem badan kerja. Sistem ini memungkinkan adanya pengawasan langsung dari rakyat terhadap jalannya sistem pemerintahan.

Referendum yaitu kegiatan politik yang dilakukan oleh rakyat untuk memberikan keputusan setuju atau menolak terhadap keputusan yang telah diambil oleh parlemen atau stuju / tidak setuju terhadap suatu kebijakan yang dimintakan persetujuan oleh rakyat.

Ada tiga bentuk referendum, antara lain :

1. Referendum obligator (wajib), yaitu meminta pendapat secara langsung terhadap suatu rancangan UU yang akan diundangkan.
2. Referendum fakultatif (tidak wajib), yaitu meminta pendapat secara langsung kepada rakyat tentang setuju / tidak setuju terhadap UU yang telah berlaku namun ada sebagian rakyat yang menolak.
3. Referendum optatif , yaitu meminta pendapat secara langsung kepada rakyat tentang setuju atau tidaknya terhadap rancangan UU pemerintah federal atau pemerintah pusat diwilayah negara bagian atau otonom.

Jumat, 23 April 2010

Norma dalam Kehidupan Bersama

NORMA
Norma adalah aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok dalam masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku.
Dengan mentaati norma, maka tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara menjadi tertib, rukun, damai dan tentram.

Norma-norma Sosial
Adalah ketentuan yang berisi perintah dan larangan yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama, bertujuan untuk mengatur setiap tindakan warga masyarakat sehingga ketertiban dan keamanan dapat tercapai.
Norma yang mengatur masyarakat umumnya ada yang bersifat formal dan non formal.
Norma yang bersifat Formal dapat berupa aturan-aturan tertulis yang berasal dari lembaga atau institut resmi.
Example.
Surat Keputusan, Peraturan Daerah, Peraturan Pemerintah, Undang-Undang dan sebagainya yang berasal dari negara.

Norma yang bersifat Non Formal, merupakan aturan-aturan tidak tertulis yang diakui keberadaannya oleh masyarakat.
Aturan-aturan tersebut dihormati dan dilaksanakan dengan sepenuh hati.
Adat istiadat adalah contoh norma yang bersifat non formal.

Macam-Macam Norma Berdasarkan Kekuatan Mengikatnya
Berdasarkan kekuatan mengikatnya, norma dibedakan atas empat, yaitu :
1. Cara (Usage)
Adalah jenis perbuatan yang bersifat perorangan.
2. Kebiasaan (Folkways)
Adalah Perbuatan yang dilakukan berulang-ulang dengan pola yang sama dan
tetap karena dianggap baik.
3. Tata Kelakuan (Mores)
Adalah Perilaku yang ditetapkan oleh masyarakat sebagai perilaku yang baik
dan diterima sebagai norma pengatur dan pengawas anggota-anggotanya.
4. Adat Istiadat (Custom)

Pola-pola perilaku yang diakui sebagai hal yang baik dan dijadikan sebagai hukum tidak
tertulis dengan sanksi yang berat.

Macam-Macam Norma dan Sanksinya
Norma-Norma yang ada merupakan pedoman hidup anggota masyarakat (warga negara) yang memberikan keleluasan sekaligus batasan dalam bertindak dan menentukan sesuatu itu baik atau buruk.
  • Norma Agama
  • Norma Kesusilaan
  • Norma Kesopanan
  • Norma Hukum
Norma Agama
adalah petunjuk hidup yang berasal dari Tuhan YME, yang disampaikan melalui utusan-Nya (Rasul/Nabi) yang berisi perintah, larangan atau anjuran-anjuran.
Example.
  1. Beribadah sesuai dengan agama dan keyakinan.
  2. Beramal shaleh dan bernuat kebajikan.
Norma Kesusilaan
adalah aturan yang bersumber dari hati nurani manusia tentang baik buruknya suatu perbuatan.
Example.
  1. Berlaku jujur
  2. Bertindak adil
  3. Menghargai orang lain
Norma Kesopanan
adalah peraturan hidup yang timbul dari hasil pergaulan sekelompok manusia didalam masyarakat dan dianggap sebagai tuntunan pergaulan sehari-hari.
Example.
  1. Menghormati orang yang lebih tua
  2. Menerima sesuatu dengan tangan kanan
  3. Tidak berkata kotor
Norma Hukum
adalah pedoman hidup yang dibuat oleh lenbaga negara atau lembaga politik suatu masyarakat.
Example.
  1. Harus tertib
  2. Harus sesuai prosedur
  3. Dilarang mencuri, merampok dll.






Minggu, 11 April 2010

Sentralisasi

PENGERTIAN SENTRALISASI

Sentralisasi, adalah proses dimana kegiatan-kegiatan organisasi, terutama yang berkaitan dengan perencanaan keputusan-keputusan, menjadi terkonsentrasi dalam tertentu lokasi dan / atau kelompok.

Dalam ilmu politik , hal ini merujuk pada konsentrasi dari pemerintah 'daya - baik secara geografis dan politis , menjadi pemerintahan yang terpusat .

Dalam ilmu saraf , sentralisasi mengacu pada tren evolusi dari sistem saraf yang akan dipartisi ke dalam sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer .

Dalam studi bisnis sentralisasi dan desentralisasi adalah tentang di mana keputusan diambil dalam rantai komando

KELEMAHAN DAN KELEBIHAN

Kelemahan dari sistem sentralisasi adalah di mana seluruh keputusan dan kebijakan di daerah dihasilkan oleh orang-orang yang berada di pemerintah pusat, sehingga waktu yang diperlukan untuk memutuskan sesuatu menjadi lama. Kelebihan sistem ini adalah di mana pemerintah pusat tidak harus pusing-pusing pada permasalahan yang timbul akibat perbedaan pengambilan keputusan, karena seluluh keputusan dan kebijakan dikoordinir seluruhnya oleh pemerintah pusat.

PENDIDIKAN PERLU SENTRALISASI LAGI. .

JAKARTA-Pengamat pendidikan dari Perguruan Taman Siswa, Darmaningtyas, menyatakan pengelolaan bidang pendidikan perlu dikembalikan ke pusat atau tersentralisasi.

"Seiring diberlakukannya kebijakan otonomi daerah, pengelolaan bidang pendidikan menjadi desentralisasi, namun dampaknya menjadi terkotak-kotak," katanya usai menjadi moderator dalam dialog pendidikan di Jakarta, baru-baru ini.

Ia mengatakan, pendidikan antara daerah yang satu dengan daerah lain menjadi terkotak-kotak, padahal pendidikan itu harus dapat menumbuhkan rasa kebangsaan. "Yang terkotak-kotak bukan hanya siswanya tetapi juga para guru karena hanya bisa melakukan mobilitas di daerah yang bersangkutan," katanya.

Ia mengatakan, kalau sebelumnya guru bisa berpindah dari daerah satu ke daerah lainnya, sekarang tidak bisa lagi. Mereka hanya dapat bertugas di kabupaten/kota tertentu saja.
Pengalaman Terbatas
Hal tersebut, katanya, menjadikan pengalaman dan mobilitas guru menjadi terbatas dan dampaknya dalam mendidik siswa pengetahuannya juga terbatas.
"Berbeda kalau kalau guru bisa berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Dia dapat menjelaskan tentang kebudayaan, misalnya, bukan hanya katanya tetapi dari pengalaman mereka sendiri."

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Daoed Joesoef juga menyayangkan bidang pendidikan dikelola daerah dan setiap daerah mempunyai kebijakan masing-masing.

Menurut dia, selama desentralisasi ada kecenderungan daerah menempatkan pejabat di bidang pendidikan bukan dari bidangnya sehingga kurang berkompeten.

"Kami dengar di suatu daerah di Banten dan Kota Gede di DIY, untuk masuk SMP negeri tertentu diwajibkan hafal Al-Quran. Indonesia bukan negara agama, kalau di sekolah swasta, silakan menggunakan persyaratan itu," katanya. (ant-45) Kontribusi Parpol Terhadap Otonomi Daerah

Oligarki dan Sentralisasi Menjadi Penghalang

Sistem pemilu dan kepartaian di Indonesia berkali-kali dirombak. Setiap menjelang pemilu, perombakan sistem ini dilakukan. Sayang, agendanya hanya tarik ulur kepentingan perebutan kursi dan kekuasaan. Tak sekali pun dipikirkan sistem politik kepartaian yang mendukung otonomi daerah.

Gerakan Reformasi 1998 menjadi momentum demokratisasi di Indonesia. Momentum itu sekaligus mendobrak sistem kepartaian single mayority menjadi multipartai. Ini terbukti pada Pemilu 1999 yang menyertakan sejumlah partai sebagai kontestan. Tuntutan reformasi salah satunya juga menghasilkan desentralisasi sebagai pilihan terbaik sistem pemerintahan dibanding federalisme.

Sebagai pasangan konsep ideal, multipartai hadir sebagai pilihan sistem kepartaian (sistem politik) bersanding dengan otonomi daerah sebagai sistem pemerintahan. Kedua konsep itu dipandang cocok untuk mengakomodasi keragaman sosial sekaligus mengatasi rentang kendali geografis Indonesia yang begitu luas. Multipartai diharapkan menjadi alternatif saluran aspirasi dan kepentingan masyarakat yang beragam. Sementara otonomi daerah menjadi solusi layanan pemerintah agar lebih dekat dan sesuai kebutuhan rakyat.

Sistem kepartaian berujung pada rekrutmen wakil rakyat. Karena itu, ia menjadi sumber (domain) legislasi kebijakan, baik untuk tingkat nasional maupun daerah. Sebaliknya, sebagai domain eksekusi kebijakan, otonomi daerah sudah selayaknya di-backup domain legislasi yang demokratis. Dengan demikian, sistem politik dan kepartaian sesungguhnya menjadi tumpuan terselenggaranya proses pemerintahan sebagaimana diharapkan.

Dengan sistem multipartai yang diterapkan sejak Pemilu 1999, harapan demokratisasi muncul. Proses elektoral (pemilu) telah berubah dari ruang kompetisi yang sempit dan dikontrol negara menjadi kompetisi terbuka dengan kebebasan politik tinggi. Dengan demikian, pemilu diharapkan memunculkan figur-figur legislator yang andal. Tak sekadar mengisi ruang legislatif, proses elektoral juga ditujukan bagi rekrutmenpucuk pimpinan eksekutif.

sosiologi dan politik

SOSIOLOGI
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses sosial, termasuk di dalamnya perubahan-perubahan social.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi menyatakan bahwa sosiologi atau ilmu masyarakat adalah adalah ilmu yang mempelajari struktur social dan proses-proses social, termasuk perubahan social.
Johnsons, 1967 mengemukakan ciri-ciri sosiologi sebagai Ilmu pengetahuan. Ciri-ciri utamanya sebagai berikut:
1.Sosiologi bersifat empiris. Artinya sosiologi didasarkan pada observasi terhadap kenyataan dan akal sehat serta hasilnya tidak bersifat spekulatif.
2.Sosiologi besifat teoritis. Artinya sosiologi selalu berusaha menyusun abstraksi dari hasil-hasil observasi.
3.Sosiologi bersifat kumulatif. Artinya bahwa teori sosiologi dibentuk atas dasar teori-teori yang sudah ada dalam arti memperbaiki, memperluas atau memperhalus teori-teori lama.
4.Sosiologi bersifat non-etis. Artinya permasalahan yang dipersoalkan bukanlah buruk atau baiknya fakta tertentu, akan tetapi tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta tersebut secara analitis.

Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi mengungkapkan mengenai beberapa sifat hakikat sosiologi sebagai berikut:
1.Sosiologi adalah suatu ilmu social dan bukan merupakan ilmu pengetahuan alam ataupun ilmu pengetahuan kerohanian.
2.Sosiologi bukan merupakan disiplin yang normative, akan tetapi merupakan disiplin yang kategoris. Artinya sosiologi membatasi pada apa yang terjadi dewasa ini, bukan mengenai apa yang terjadi dan seharusnya terjadi.
3.Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan murni (pure science) dan bukan merupakan ilmu pengetahuan terapan yang terpakai (applied science).
4.Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang abstrak dan bukan merupakan ilmu pengetahuan yang konkret. Artinya, bahwa yang diperhatikan adalah bentuk dan pola-pola peristiwa dalam masyarakat tetapi bukan wujudnya yang konkret.
5.Sosiologi bertujuan untuk menghasilkan pengertian-pengertian dan pola-pola umum. Artinya, sosiologi meneliti dan mencari apa yang menjadi prinsip atau hukum-hukum umum dari interaksi antar umat manusia dan juga perihal sifat, hakikat, bentuk, isi, dan struktur masyarakat manusia.
6.Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang empiris dan rasional. Artinya, bahwa hal ini berkaitan denngansoal metode sosiologi yang digunakan.
7.Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang umum dan bukan merupakan ilmu pengetahuan yang khusus. Artinya, sosiologi mempelajari gejala umum yang ada dalam setiap interaksi antar manusia.

POLITIK
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat.

Hubungan Internasional
Hubungan internasional adalah hubungan antar negara. Cointohnya seperti PBB.
PBB merupakan organisasi internasional terpenting, karena hampir seluruh negara di dunia menjadi anggotanya.

Perilaku politik (Politic Behaviour) adalah perilaku yang dilakukan oleh individu / kelompok untuk memenuhi hak dan kewajibannya sebagai individu politik.Seorang individu/kelompok diwajibkan oleh negara untuk melakukan hak dan kewajibannya guna melakukan perilaku politik.
Misalnya. . .
•Melakukan pemilihan untuk memilih wakil rakyat / pemimpin
•Mengikuti dan berhak menjadi individu politik yang mengikuti suatu partai politik, mengikuti ormas atau organisasi masyarakat atau lsm lembaga swadaya masyarakat
•Ikut serta dalam pesta politik
•Ikut mengkritik atau menurunkan para pelaku politik yang berotoritas
•Berhak untuk menjadi pimpinan politik
•Berkewajiban untuk melakukan hak dan kewajibannya sebagai insan politik guna melakukan perilaku politik yang telah disusun secara baik oleh undang-undang dasar dan perundangan hukum yang berlaku

Slidequh....

Stratifikasi sosial

Stratifikasi Sosial adalah pembedaan penduduk ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis).
Perwujudannya adalah adanya lapisan-lapisan di dalam masyarakat, ada lapisan yang tinggi dan ada lapisan-lapisan di bawahnya. Setiap lapisan tersebut disebut strata sosial.

1. Ukuran Kekuasaan & Wewenang
Seseorang yang kekuasaannya atau wewenangnya paling besar akan menempati lapisan paling atas dalam sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. Ukuran kekuasaan sering tidak lepas dari ukuran kekayaan, sebab orang yang kaya dalam masyarakat biasanya dapat menguasai orang-orang lain yang miskin, atau sebaliknya, kekuasaan dan wewenang dapat mendatangkan kekayaan.

2. Ukuran kehormatan
Ukuran kehormatan dapat terlepas dari ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang-orang yang dihormati biasanya akan menempati lapisan atas dari sistem pelapisan sosial. Ukuran kehormatan ini sangat terasa pada masyarakat tradisional, biasanya mereka sangat menghormati orang-orang yang banyak jasanya, para orang tua ataupun orang-orang yang berbudi luhur.

3. Ukuran ilmu pengetahuan
Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan paling tinggi dalam sistem pelapisan sosial. Penguasaan ilmu pengetahuan ini biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik (kesarjanaan), atau profesi yang disandang oleh seseorang, misalnya dokter, insinyur, doktorandus, doktor ataupun gelar profesional seperti profesor. Namun sering timbul akibat-akibat negatif dari kondisi ini jika gelar-gelar yang disandang tersebut lebih dinilai tinggi daripada ilmu yang dikuasainya, sehingga banyak orang yang berusaha dengan cara-cara yang tidak benar untuk memperoleh gelar kesarjanaan, misalnya dengan membeli skripsi, menyuap, ijazah palsu dan seterusnya.

Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.

Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing individu atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda pula. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda...

Contohnya: perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan dilestarikan. Para petani menebang pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.