SELAMAT DATANG
Nama : Merci Ariandini

NPM/Kelas : 26209417 / 4EB05

Gunadarma University

Minggu, 11 April 2010

Sentralisasi

PENGERTIAN SENTRALISASI

Sentralisasi, adalah proses dimana kegiatan-kegiatan organisasi, terutama yang berkaitan dengan perencanaan keputusan-keputusan, menjadi terkonsentrasi dalam tertentu lokasi dan / atau kelompok.

Dalam ilmu politik , hal ini merujuk pada konsentrasi dari pemerintah 'daya - baik secara geografis dan politis , menjadi pemerintahan yang terpusat .

Dalam ilmu saraf , sentralisasi mengacu pada tren evolusi dari sistem saraf yang akan dipartisi ke dalam sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer .

Dalam studi bisnis sentralisasi dan desentralisasi adalah tentang di mana keputusan diambil dalam rantai komando

KELEMAHAN DAN KELEBIHAN

Kelemahan dari sistem sentralisasi adalah di mana seluruh keputusan dan kebijakan di daerah dihasilkan oleh orang-orang yang berada di pemerintah pusat, sehingga waktu yang diperlukan untuk memutuskan sesuatu menjadi lama. Kelebihan sistem ini adalah di mana pemerintah pusat tidak harus pusing-pusing pada permasalahan yang timbul akibat perbedaan pengambilan keputusan, karena seluluh keputusan dan kebijakan dikoordinir seluruhnya oleh pemerintah pusat.

PENDIDIKAN PERLU SENTRALISASI LAGI. .

JAKARTA-Pengamat pendidikan dari Perguruan Taman Siswa, Darmaningtyas, menyatakan pengelolaan bidang pendidikan perlu dikembalikan ke pusat atau tersentralisasi.

"Seiring diberlakukannya kebijakan otonomi daerah, pengelolaan bidang pendidikan menjadi desentralisasi, namun dampaknya menjadi terkotak-kotak," katanya usai menjadi moderator dalam dialog pendidikan di Jakarta, baru-baru ini.

Ia mengatakan, pendidikan antara daerah yang satu dengan daerah lain menjadi terkotak-kotak, padahal pendidikan itu harus dapat menumbuhkan rasa kebangsaan. "Yang terkotak-kotak bukan hanya siswanya tetapi juga para guru karena hanya bisa melakukan mobilitas di daerah yang bersangkutan," katanya.

Ia mengatakan, kalau sebelumnya guru bisa berpindah dari daerah satu ke daerah lainnya, sekarang tidak bisa lagi. Mereka hanya dapat bertugas di kabupaten/kota tertentu saja.
Pengalaman Terbatas
Hal tersebut, katanya, menjadikan pengalaman dan mobilitas guru menjadi terbatas dan dampaknya dalam mendidik siswa pengetahuannya juga terbatas.
"Berbeda kalau kalau guru bisa berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Dia dapat menjelaskan tentang kebudayaan, misalnya, bukan hanya katanya tetapi dari pengalaman mereka sendiri."

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Daoed Joesoef juga menyayangkan bidang pendidikan dikelola daerah dan setiap daerah mempunyai kebijakan masing-masing.

Menurut dia, selama desentralisasi ada kecenderungan daerah menempatkan pejabat di bidang pendidikan bukan dari bidangnya sehingga kurang berkompeten.

"Kami dengar di suatu daerah di Banten dan Kota Gede di DIY, untuk masuk SMP negeri tertentu diwajibkan hafal Al-Quran. Indonesia bukan negara agama, kalau di sekolah swasta, silakan menggunakan persyaratan itu," katanya. (ant-45) Kontribusi Parpol Terhadap Otonomi Daerah

Oligarki dan Sentralisasi Menjadi Penghalang

Sistem pemilu dan kepartaian di Indonesia berkali-kali dirombak. Setiap menjelang pemilu, perombakan sistem ini dilakukan. Sayang, agendanya hanya tarik ulur kepentingan perebutan kursi dan kekuasaan. Tak sekali pun dipikirkan sistem politik kepartaian yang mendukung otonomi daerah.

Gerakan Reformasi 1998 menjadi momentum demokratisasi di Indonesia. Momentum itu sekaligus mendobrak sistem kepartaian single mayority menjadi multipartai. Ini terbukti pada Pemilu 1999 yang menyertakan sejumlah partai sebagai kontestan. Tuntutan reformasi salah satunya juga menghasilkan desentralisasi sebagai pilihan terbaik sistem pemerintahan dibanding federalisme.

Sebagai pasangan konsep ideal, multipartai hadir sebagai pilihan sistem kepartaian (sistem politik) bersanding dengan otonomi daerah sebagai sistem pemerintahan. Kedua konsep itu dipandang cocok untuk mengakomodasi keragaman sosial sekaligus mengatasi rentang kendali geografis Indonesia yang begitu luas. Multipartai diharapkan menjadi alternatif saluran aspirasi dan kepentingan masyarakat yang beragam. Sementara otonomi daerah menjadi solusi layanan pemerintah agar lebih dekat dan sesuai kebutuhan rakyat.

Sistem kepartaian berujung pada rekrutmen wakil rakyat. Karena itu, ia menjadi sumber (domain) legislasi kebijakan, baik untuk tingkat nasional maupun daerah. Sebaliknya, sebagai domain eksekusi kebijakan, otonomi daerah sudah selayaknya di-backup domain legislasi yang demokratis. Dengan demikian, sistem politik dan kepartaian sesungguhnya menjadi tumpuan terselenggaranya proses pemerintahan sebagaimana diharapkan.

Dengan sistem multipartai yang diterapkan sejak Pemilu 1999, harapan demokratisasi muncul. Proses elektoral (pemilu) telah berubah dari ruang kompetisi yang sempit dan dikontrol negara menjadi kompetisi terbuka dengan kebebasan politik tinggi. Dengan demikian, pemilu diharapkan memunculkan figur-figur legislator yang andal. Tak sekadar mengisi ruang legislatif, proses elektoral juga ditujukan bagi rekrutmenpucuk pimpinan eksekutif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar